Menu

Tuesday, 28 January 2014

Rumah Betang (Kalimantan Tengah) Bag.1



BAB 1
BAB 1.1.                       Sejarah
Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di pedalaman, di gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah "Menteng Ueh Mamut", yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.
Kata Dayak berasal dari kata "Daya" yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat. Kata “Dayak” ini juga merupakan nama kolektif bagi banyak kelompok suku di Pulau Kalimantan atau Borneo. Dalam suku “Dayak” itu sendiri, terdapat kelompok-kelompok “Suku” yang sangat heterogen dengan segala perbedaannya, seperti bahasa, corak seni, organisasi social dan berbagai unsur budaya lainnya (Nieuwenhuis, 1990).Ada pelbagai pendapat tentang asal-usul orang Dayak, tetapi setakat ini belum ada yang betul-betul memuaskan.Namun, pendapat yang diterima umum menyatakan bahawa orang Dayak ialah salah satu kelompok asli terbesar dan tertua yang mendiami pulau Kalimantan (Tjilik Riwut 1993: 231).Gagasan tentang penduduk asli ini didasarkan pada teori migrasi penduduk ke Kalimantan.Bertolak dari pendapat itu adalah dipercayai mereka ini adalah imigran dari daratan Asia, yakni Yunan di Cina Selatan. Kelompok imigran yang pertama kali masuk adalah kelompok ras Negrid dan Weddid (Coomans,1987) yang kini tidak ada lagi, serta ras Australoid (Mackinnon,1996). Selanjutnya adalah kelompok imigran Melayu yang datang sekitar tahun 3000-1500SM. Kelompok imigran terakhir adalah kelompok yang masuk sekitar tahun 500 SM (Coomans,1987),yaitu ras Mongologid (Coomans,1987; sellato,1989; Rousseau1990).
Semua suku bangsa Daya termasuk pada kelompok yang bermigrasi secara besar-besaran dari daratan Asia. Suku bangsa Daya merupakan keturunan daripada imigran yang berasal dari wilayah yang kini disebut Yunnan di Cina Selatan. Dari tempat itulah kelompok kecil mengembara melalui Indo China ke jazirah Malaysia yang menjadi loncatan untuk memasuki pulau-pulau di Indonesia, selain itu, mungkin ada kelompok yang memilih batu loncatan lain, yakni melalui Hainan, Taiwan dan Filipina. Perpindahan itu tidak begitu sulit, kerana pada zaman glazial (zaman es) permukaan laut sangat turun (surut), sehingga dengan perahu-perahu kecil sekalipun mereka dapat menyeberangi perairan yang memisahkan pulau-pulau itu.
Orang-orang Dayak ialah penduduk pulau Kalimantan yang sejati, dahulu mereka ini mendiami pulau Kalimantan, baikpun pantai-pantai baikpun sebelah ke darat.Akan tetapi taklama orang Melayu dari Sumatera dan Tanah Semenanjung Melaka datang ke situ terdesaklah orang Dayak itu lalu mundur, bertambah lama, bertambah jauh ke sebelah darat pulau Kalimantan
Teori tentang migrasi ini sekaligus boleh menjawab persoalan: mengapa suku bangsa Dayak kini mempunyai begitu banyak sifat yang berbeda, sama ada dalam bahasa maupun dalam ciri-ciri budaya mereka
Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yaitu Kenyah-Kayan-Bahau, Ot Danum, Iban, Murut, Klemantan dan Punan.Keenam rumpun ini terbagi lagi kurang lebih 405 sub suku. Meskipun terbagi kepada ratusan sub suku, kelompok suku Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas.Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu salah suatu sub suku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kelompok Dayak.Ciri-ciri tersebut ialah rumah panjang, hasil budaya material seperti tembikar, mandau, sumpit beliong (kapak Dayak) pandangan terhadap alam, mata pencarian (sistem perladangan) dan seni tari.


BAB 1.2.                       Adat istiadat

Upacara Tiwah
Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.
Upacara Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral, pada acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya (sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di tempatnya (Sandung).

Dunia Supranatural
Dunia Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman dulu merupakan ciri khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan manusia ( kanibal ). Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang. Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan.

Mangkok merah.
Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. Panglima" atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.
Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber Tariu" ( memanggil roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu.


BAB 1.3.                       Budaya
Suku Dayak hidupnya berkelompok,mengenal persatuan yang di lambangkan pada tradisi mangkuk merah,yang di pimpin seorang pangkalima(Panglima Suku),sangat dekat dengan alam dan hidup dalam kebersamaan(berkoloni dengan keluarga mereka) ditandai dengan rumah adatnya yang sangat panjang bernama betang didalamnya bisa ditinggali oleh beberapa keluarga,panjang rumah betang sendiri tergantung berapa banyak keluarga yang tinggal di dalamnya.
Perkampungan suku dayak tersebar pada daerah hulu sungai, dimana sungai merupakan jalur transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai kegiatan sehari-hari seperti bekerja ke ladang dimana ladang suku Dayak biasanya jauh dari pemukiman penduduk, atau melakukan aktifitas perdagangan hasil kebun.
Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat.
Beberapa unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Mereka hidup bersama dan berkelompok dalam satu rumah secara turun menurun, setiap rumah tangga (keluarga) menempati satu bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga memiliki rumah-rumah tunggal yang dibangun sementara waktu untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan karena jauhnya jarak antara ladang dengan tempat pemukiman penduduk lalu belum lagi pulau Kalimantan yang banyak di lalui sungai-sungai yang apabila hujan datang akan meluap dan menimbulkan masalah besar,namun orang dayak mengatasi masalah tersebut dengan membangun rumah betang yang tinggi dari permukaaan tanah
Rumah Betang tidak akan berdiri jika suku Dayak tidak mampu menyimpulkan apa yang diajarkan alam kepada mereka tentang bagaimana selamat dari bahaya yang mengancam di alam seperti binatang buas dan lain-lain, hasil dari rasa dan karsa tersebut kemudian diolah menjadi sebuah pengetahuan yang rasional tentang hidup berdampingan dengan alam. Pengetahuan tentang bagaimana memperlakukan alam, bagaimana hidup berdampingan dengan alam, apa yang akan terjadi jika alam dirusak terus diajarkan kepada generasi penerus mereka. Memahami bahwa sebuah materi di dunia ini pasti akan berkembang kearah yang lebih baik dari sebelumnya, maka ada faktor-faktor yang mempengaruhi mengapa suku Dayak tidak berkembang kearah yang lebih maju hingga sekarang terutama Suku dayak yang sampai sekarang masih berada di pedalaman.
Suku Dayak sejak lahirnya merupakan suku yang paling menghargai apa yang terdapat di sekelilingnya tidak hanya hubungan dengan alam namun antar sesama manusia. Hidup berdampingan dengan alam membuat merekalah yang paling mengerti bagaimana manjaga hutan saat iniSeperti halnya suku dayak yang masih banyak hidup berdampingan dengan alam. Mereka memperlakukan alam dengan sangat bijak.
Prinsip hidup suku Dayak tercermin dari bentuk dan model rumah adat suku Dayak ini. Hidup yang berdasarkan kebersamaan dan toleransi membentuk keutuhan dari rumah betang.
Selain rumah betang adapula nama-nama rumah adat suku Dayak di kelompokkan menurut daerahnya seperti:

1.      Rumah Betang (kalimantan Tengah).



Rumah Betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak. Umumnya rumah Betang di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari tanah. Setiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga memiliki rumah-rumah tunggal yang dibangun sementara waktu untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan karena jauhnya jarak antara ladang dengan tempat pemukiman penduduk cukup jauh. Lebih dari bangunan untuk tempat tinggal suku dayak, sebenarnya rumah Betang adalah jantung dari struktur sosial kehidupan orang Dayak. Suku Dayak memakai kayu kelapa sebagai material utama rumah ini. Kokoh, anti rayap, sejuk saat cuaca menyengat, dan hangat saat hujan menderu kencang.Di tengah Rumah Betang ada sebuah ruangan besar yang biasa digunakan untuk pertemuan keluarga serta upacara dan ritual. Ruangan ini pula yang jadi tempat para gadis Suku Dayak memahat kayu sebagai kerajinan khas mereka.
Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka-duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama ataupun latar belakang sosial.Walaupun arsitektur rumah ini mengedepankan rasa kekeluargaan, sifat aristokrat juga sangat terasa. Mereka yang punya posisi penting di Suku Dayak menempati ruangan di tengah-tengah rumah. Mereka yang posisinya lebih rendah akan menempati ruangan yang lebih dekat dengan pintu masuk



2. Rumah Panjang (Kalimantan Barat)
Rumah panjang terdiri lebih dari 50 ruangan dengan banyak dapur. Rumah panjang dihuni oleh beberapa keluarga, termasuk keluarga inti. Bahkan rumah panjang di dataran tinggi sungai Kapuas Putussibau memiliki 54 bilik yang dihuni oleh beberapa keluarga.
Rumah panjang biasanya dibangun di atas tiang setinggi 5 sampai 8 meter seperti panggung dan ada yang panjangnya sampai 186 meter serta lebar 6 meter. Untuk masuk ke dalamnya pun harus melewati anak tangga atau yang dikenal dengan nama tangka. selain itu tangga rumah panjang dahulu ada juga yang dibuat dari kayu ulin/belian yang dibuat sedemikian rupa yang dikenal dengan tipakan. Biasanya Tiang rumah yang berada di bagian kolong terkadang diukir dengan bentuk motif sebagai hiasan dan filosofi dayak yang dekat dengan Alam

3. Rumah Lamin (kalimantan Timur)

Rumah Lamin merupakan rumah adat dayak, khusunya yang berada di Klaimantan timur. Kata ’Rumah Lamin’ memililki arti rumah panjang kita semua, di mana rumah ini digunakan untuk beberapa keluarga yang tergabung dalam satu keluarga besar. Ciri dari rumah ini berbentuk panggung degan ketinggian kolong sampai 3 meter. Denahnya berbentuk segi empat memanjang dengan atap pelana. Bagian gevel diberi teritis dengan kemiringan curam. Tiang-tiang rumah terdiri dari dua bagian, bagian pertama menyangga rumah dari bawah sampai atap, bagian kedua merupakan tiang kecil yang mendukung balok-balok lantai panggung. Baik tiang utama maupun pendukung yang berada di bagian kolong terkadang diukir dengan bentuk patung-patung untuk mengusir gangguan roh jahat.
Ukuran rumah lamin dapat memiliki lebar 25 meter, sedang panjangnya sampai 200 meter. Karena panjangnya dapat terdapat beberapa pintu masuk yang dihubungkan oleh beberapa tangga pula. Pintu masuk rumah berada pada sisi yang memanjang.Ruang dalam rumah lamin terbagi menjadi dua bagian memanjang di sisi depan dan belakang. Sisi depan merupakan ruangan terbuka untuk menerima tamu, upacara adat dan tempat berkumpul keluarga. Bagian belakangnya terbagi menjadi kamar-kamar luas.
Rumah lamin dihias dengan ornamentasi dan dekorasi yang memilik makna filosofis khas adat dayak. Ornamentasi yang khusus dari rumah lamin milik bangsawan adalah hiasan atap yang memiliki dimensi sampai 4 meter dan terletak di bubungan. Warna-wara yang digunakan untuk rumah lamin juga memiliki makna tersendiri, warna kuning melambangkan kewibawaan, warna merah melambangkan keberanian, warna biru melambangkan loyalitas dan warna putih melambangkan kebersihan jiwa. Pada halaman depan juga terdapat tonggak-tonggak kayu yang diukir berbentuk patung. Tiang patung kayu yang terbesar dan tertinggi berada di tengah-tengah, bernama ’sambang lawing’ yang dipergunakan untuk mengikat binatang korban yang digunakan dalam upacara adat.

4. Rumah Banjar (kalimantan Selatan)

Rumah Banjar, biasa disebut juga dengan Rumah Bubungan Tinggi karena bentuk pada bagian atapnya yang begitu lancip dengan sudut 45º. Bangunan Rumah Adat Banjar diperkirakan telah ada sejak abad ke-16, yaitu ketika daerah Banjar di bawah kekuasaan Pangeran Samudera yang kemudian memeluk agama Islam, dan mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah dengan gelar Panembahan Batu Habang. Sebelum memeluk agama Islam, Sultan Suriansyah tersebut menganut agama Hindu. Ia memimpin Kerajaan Banjar pada tahun 1596 – 1620.
Pada mulanya bangunan rumah adat Banjar ini mempunyai konstruksi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan. Namun perkembangannya kemudian bentuk segi empat panjang tersebut mendapat tambahan di samping kiri dan kanan bangunan dan agak ke belakang ditambah dengan sebuah ruangan yang berukuran sama panjang. Penambahan ini dalam bahasa Banjar disebut disumbi. Bangunan tambahan di samping kiri dan kanan ini tampak menempel (dalam bahasa Banjar: Pisang Sasikat) dan menganjung keluar. Bangunan tambahan di kiri dan kanan tersebut disebut juga anjung; sehingga kemudian bangunan rumah adat Banjar lebih populer dengan nama Rumah Ba-anjung.
Itulah ragam-ragam rumah adatnya bahkan dalam satu daerahpun memiliki varisasi-variasi, namun pada dasarnya konsepnya sama,yang membedakan hanya model dan tempatnya saja karena itu semua merupakan jenis Rumah Panjang dengan konsep tata ruang yang sama.
Bagian-Bagian Rumah Adat Suku Dayak:

-Bagian depan
Pada bagian depan rumah Dayak  terdapat sebuah anak tangga sebagai pintu masuk ke dalam rumah. Rumah yang berbentuk panggung dengan ketinggian sekitar tiga sampai lima meter dari permukaan tanah ini sengaja dibangun untuk menghindari banjir dan serangan binatang buas.
Di ujung anak tangga, kita akan menjumpai sebuah bale atau balai yang tidak terlalu luas, fungsinya sebagai tempat untuk menerima tamu maupun untuk mengadakan pertemuan dengan kerabat maupun keluarga yang lain.
Masuk ke dalam bangunan kita akan melihat banyak ruangan yang disekat menjadi beberapa ruangan. Nah, setiap ruangan atau bilik ini ditempati oleh satu keluarga. jadi, semisal dalam satu rumah betang ada 50 keluarga, berarti jumlah bilik juga ada 50. Itulah kenapa rumah Betang ini bentuknya sangat panjang.

-Bagian belakang
Di bagian belakang rumah adat suku Dayak terdapat sebuah ruangan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil dan alat-alat pertanian. Selain itu, rumah adat suku Dayak juga memiliki kandang hewah ternak yang menyatu di rumah, karena hewan peliharaan termasuk dalam harta kekayaan keluarga seperti babi, sapi dan anjing.
Budaya kolektif yang dimiliki oleh suku Dayak merupakan budaya yang maju dan memiliki arti historis. Dengan budaya koloktif yang dimilikinya suku Dayak mampu menaklukkan alam yang ganas secara bersama-sama
Pada dasarnya, rumah adat Kalimantan itu sama, Hanya saja yang membuatnya berbeda adalah model bentuk bangunannya dan namanya. Kehidupan sosial masyarakat yang memegang teguh adat istiadat, tradisi, budaya dan kehidupan bersama (gotong royong) tumbuh dan berkembang dirumah adat. berdasarkan beberapa daerah rumah adat disebut dengan sebutan yang berbeda, berikut ini sebutan lain rumah adat dayak.

-Bagian bawah
Biasanya digunakan untuk memelihara binatang-binatang ternak

 Bentuk Ruang:
Ruang di dalam Rumah Dayak selalu berada pada satu dinding yang melingkupi ruang secara keseluruhan sehingga dapat  juga sebagai ruang tertutup dimana terdapat ruang los(tempat berkumpul) yang merupakan ruangan yang paling luas.

 Tata Letak dan Perletakkan Ruang:
            -Ruang Los : Harus berada di tegah-tengah bangunan karena merupakan poros bangunan,dan tempat berkumpul melakukan kegiatan,baik adat maupun keagamaan,serta sosial masyarakat.
            -Ruang Tidur : Harus disusun berjajar sepanjang bangunan Bentang, dimana paling ujung dekat dengan aliran sungai merupakan tempat tidur orang tua dan anak bungsu harus paling ujung dekat hilir sungai.Jika itu dilanggar,seisi rumah akan mendapat petaka.
            -Ruang Dapur :Boleh berada di kanan maupun di kiri bangunan,yang terpenting menghadap aliran sungai,agar penghuni selalu mendapatkan rezeki.
-Karayan : Memiliki beberapa fungsi seperti,Tempat memelihara hewan,sebagai tempat hasil buruan,sebagai tempat istirahat sehabis berburu,tempat meletakkan alat-alat pertanian

Sumber : 
-Asteria:Alumni Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen Petra  Surabaya:(Studi Kasus Rumah Tradisional Palangkaraya di Kalimantan Tengah)




No comments:

Post a Comment